Rabu, 04 April 2012

Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif


Mengapa perlu pembelajaran kooperatif? Dalam situasi belajarpun sering terlihat sifat individulistis siswa. Siswa cenderung berkompetisi secara individual, bersikap tertutup terhadap teman, kurang memberi perhatian, bergaul hanya dengan teman tertentu, ingin menang sendiri dan sebagainya. Jika  keadaan ini dibiarkan tidak mustahil akan dihasilkan warga Negara yang egois, inklusif, introvert, kurang bergaul di masyarakat, acuh tak acuh dengan lingkungan, kurang menghargai orang lain, tidak mau menerima kelebihan dan kekurangan orang lain.

Pengertian Cooperative Learning 
            Pada hakekatnya cooperative learning sama dengan kerja kelompok. Oleh karena itu banyak guru mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam kooperatif learning, karena mereka beranggapan telah biasa melakukan pembelajaran kooperatif learning dalam bentuk belajar kelompok. Walaupun sebenarnya tidak semua belajar kelompok dikatakan kooperatif learning seperti dijelaskan oleh Abdulhak bahwa “pembelajaran kooperatif dillaksanakan melalui sharing proses antara peserta belajar sehingga dapat mewujudkan pemahaman yang sama diantara peserta belajar itu sendiri”.
            Menurut pendapat Nurulhayati, “pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam suatu kelompok kecil untuk saling berinteraksi”.
Tom V Savage mengemukakan bahwa “kooperatif learning merupakan suatu pendekatan yang menekankan kerja sama dalam kelompok”.
            Menurut Lie (2002) pembelajaran bisa dibedakan menjadi tiga strategi belajar yaitu pembelajaran kompetisi, pembelajaran individual, dan pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kompetisi, siswa dikondisikan untuk bersaing dengan siswa lain. Tujuan pembelajaran pada umumnya hanya dapat dicapai oleh satu, beberapa, atau sedikit siswa saja. Sebagian kecil siswa akan berada dalam status sebagai siswa berprestasi, sebagian besar siswa dalam status rata-rata dan selebihnya masuk dalam kelompok siswa yang gagal. Dengan kondisi pembelajaran semacam itu, disadari atau tidak, dalam diri siswa akan terbentuk sikap negatif antar teman dalam mencapai tujuan pembelajaran. Mereka akan beranggapan bahwa mereka hanya dapat mencapai tujuan pembelajaran bila siswa lain gagal. Akibatnya sebagian kecil siswa akan bekerja keras untuk bisa menjadi yang terbaik dari antara teman-teman mereka. Sedangkan sebagian besar akan “tenang-tenang saja” karena mereka tidak percaya bahwa mereka bisa menang dalam persaingan itu. Ironisnya kondisi semacam itu harus dialami oleh sebagian besar siswa paling tidak selama 12 tahun. Tentu hal ini memiliki efek yang kurang baik terhadap perkembangan kepribadian siswa.

            Dalam pembelajaran individualistic, para siswa bekerja sendirian dalam mencapai tujuan pembelajaran, tanpa ada relasi dari teman sekelasnya. Pencapaian tujuan belajar siswa dilakukan secara mandiri. Karenanya, dalam diri para siswa akan terbentuk pandangan bahwa pencapaian tujuan belajar mereka tidak ada hubungannya dengan apa yang dikerjakan oleh siswa lain. Pada gilirannya kehidupan mereka akan terfokus pada kepentingan dan keberhasilan pribadi belaka, serta mengabaikan kelompok / teman yang lain.
            Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu strategi pembelajaran  yang menjanjikan pencapaian standar akademik bagi siswa yang dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil dan diasuh oleh guru yang tergabung dalam staf pengajar. Staf pengajar terdiri dari berbagai disiplin ilmu yang bekerja sama untuk memberikan suatu materi atau konsep-konsep pembelajaran kepada kelompok siswa. Ada unsur ketergantungan positif antar guru dan mempunyai rasa tanggung jawab bersama dalam membantu satu sama lain diantara guru dalam upaya peningkatan kemampuan secara terus-menerus. Guru dalam satu kelompok tersebut merasa memiliki tujuan yang sama dan masukan pendidikan bagi semua siswa dalam kelompok dan melibatkan proses secara keseluruhan terhadap upaya yang akan dikontribusikan kepada kelompok siswa yang selanjutnya secara bersama-sama bertanggung jawab terhadap kelompok siswa tersebut. (Johnson & Johnson dalam Priyatni, 2011).
            Menurut Johnson & Johnson (1994) strategi belajar mengajar kooperatif adalah salah satu strategi mengajar yang diterapkan pada tim-tim kecil yang beranggotakan siswa dengan tingkat kemampuan yang tidak sama. Keberhasilan kelompok dalam pencapaian prestasi dan penyelesaian tugas bersama dalam kelompok menjadi tujuan utama. Strategi belajar mengajar kooperatif dapat digunakan untuk setiap mata pelajaran pada setiap tingkatan kelas tanpa suatu kurikulum khusus  dan dapat mengembangkan serta dapat menggunakan keterampilan berpikir kristis secara implementasi pelatihan teman sebaya, saling tergantungan secara positif sehingga mengembangkan keterampilan social untuk kepentingan bersama tanpa membedakan jenis kelamin, ras, budaya, dan bahasa. Kelompok-kelompok kecil tidak bersifat temporer dalam bekerjasama (bekerja hanya di kelas), akan tetapi kerjasama berkelanjutan sehingga persaingan individu secara tidak sehat diubah dalam struktur yang kooperatif.

Palmer, Peters dan Streetman membagi pembelajaran kooperatif dalam 3 fase pokok, yaitu sebagaimana teruraikan dibawah ini.


Ada tiga tahap pelaksanaan pembelajaran kooperatif.

Fase pertama adalah fase pra-implementasi yang meliputi: menentukan tujuan instruksional, menentukan ukuran kelompok dan menugaskan siswa ke kelompok, mengatur ruang, perencanaan material instruksional untuk mempromosikan saling ketergantungan, menempatkan peran kelompok, menetapkan tugas, menjelaskan kriteria untuk sukses, penataan saling ketergantungan positif dan akuntabilitas, dan menentukan perilaku yang diinginkan.

Fase kedua adalah implementasi yang meliputi: perilaku pemantauan, intervensi jika diperlukan, membantu dengan kebutuhan, dan pujian.

Fase ketiga adalah pasca-implementasi yang meliputi: menyediakan penutupan melalui summarization, mengevaluasi belajar mahasiswa, dan merenungkan apa yang terjadi. Secara rinci, berbagai kegiatan dalam setiap fase diuraikan sebagai berikut:

                      Fase Pra-Implementasi

A.
Menentukan Tujuan Instruksional
Instruktur harus menjelaskan mengapa ia menggunakan pembelajaran kooperatif, menjelaskan manfaatnya, dan hasilnya dari menggunakan pembelajaran kooperatif.

B. Menetapkan Peran Grup
Beberapa peran yang dapat ditugaskan atau dipilih termasuk fasilitator, pencatat waktu, checker, summarizer, Elaborator, penelitian-pelari, dan kartu liar.

C.
Menentukan Ukuran Group dan Menetapkan Siswa untuk Grup
Ukuran kelompok dapat berkisar dari dua hingga empat siswa. Kelompok-kelompok ini dapat homogen atau heterogen. Setelah kelompok dibentuk mereka tidak harus diubah terlalu sering.

D. Mengatur
Ruangan
Adalah penting bahwa kursi kelompok dibuat salaing menghadap satu sama lain.

E. Menetapkan Tugas
Tugas kelompok belajar harus menarik, menantang, dan memotivasi. Hal ini juga harus menjadi tugas yang otentik dan mendorong kinerja siswa.

F. Jelaskan Kriteria Sukses
Instruktur harus mengkomunikasikan keterampilan kelompok-kerja yang akan dievaluasi. Sebuah rubrik harus dibuat untuk mengevaluasi kemampuan siswa.

G. Rencanakan Bahan Ajar untuk Mempromosikan Interdependensi
Instruksi dan materi yang dipilih oleh instruktur harus memungkinkan setiap individu untuk berkontribusi pada keberhasilan kelompok dengan cara yang unik dan bermakna.

H. Tentukan Perilaku yang Diinginkan
Bagian penting dari pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajar siswa bagaimana bekerja dalam kelompok. Hal ini dapat dicapai oleh instruktur melakukan pelajaran mini pada bagaimana menghormati orang lain.

I. Struktur Interdependensi positif dan Akuntabilitas
Ukuran kelompok harus tetap kecil sehingga setiap anggota berpartisipasi dan memberikan kontribusi unik ke grup.

Fase  Pelaksanaan

A. Memantau Perilaku
Instruktur harus beredar ke seluruh kelas dan mengunjungi setiap kelompok.
B. Membantu dengan Kebutuhan
Instruktur harus membantu siswa dengan kebutuhan mereka dengan menunjukkan sumber daya tambahan dan / atau sudut pandang, dan juga dengan membantu siswa merefleksikan pekerjaan yang telah mereka selesaikan dan kemajuan mereka.
C.
Intervensi, jika Dibutuhkan
Terkadang instruktur harus campur tangan jika dia melihat konflik atau terdapat potensi konflik.
D. Pujian
Instruktur harus memberikan pujian kepada siswa sehingga siswa tahu bahwa mereka sudah menyelesaikan tugas secara memuaskan.

      Fase Pasca Pelaksanaan

A. Menyediakan Penutupan Melalui Kesimpulan
Instruktur harus mengumpulkan lagi seluruh kelompok siswa dan meringkas poin-poin penting dari pelajaran / unit yang sudah dilakukan.
B. Evaluasi Belajar Siswa
Instruktur harus menggunakan rubrik untuk menilai / mengevaluasi tugas penilaian setiap kelompok.
C. Refleksikan Apa yang Terjadi
Instruktur harus mencatat apa yang berhasil dan mengapa hal tersebut selalu berhasil. Instruktur juga harus menyesuaikan pelajaran mereka berdasarkan refleksi dan umpan balik dari siswa.


 
Daftar Pustaka
1.      Chiu, M. M. (2008). Flowing toward correct contributions during groups' mathematics problem solving: A statistical discourse analysis. Journal of the Learning Sciences, 17 (3), 415 - 463.
2.      Choo, Ong Ai (2004). Working with Parents, dalam Counselling in Schools (Esther Tan, ed.). London: Mc. Graw Hill
3.      Sharan, Y. (2010). Cooperative Learning for Academic and Social Gains: valued pedagogy, problematic practice. European Journal of Education, 45,(2), 300-313.
4.      Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
5.      Slalvin, Robert (2008), Cooperative Learning Teori Riset dan Praktik,Bandung:  Nusa Media
6.      http://en.wikipedia.org/wiki/Cooperative learning_, diakses pada tanggal 10 Maret 2012
7.      http://en.wikipedia.org/wiki/Robert Slavin_, diakses pada tanggal 10 Maret 2012
8.      http://en.wikipedia.org/wiki/Education Journal Result Study, diakses pada tanggal 10 Maret 2012