Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif
Mengapa perlu
pembelajaran kooperatif? Dalam situasi belajarpun sering terlihat sifat
individulistis siswa. Siswa cenderung berkompetisi secara individual, bersikap
tertutup terhadap teman, kurang memberi perhatian, bergaul hanya dengan teman
tertentu, ingin menang sendiri dan sebagainya. Jika keadaan ini dibiarkan tidak mustahil akan
dihasilkan warga Negara yang egois, inklusif, introvert, kurang bergaul di
masyarakat, acuh tak acuh dengan lingkungan, kurang menghargai orang lain,
tidak mau menerima kelebihan dan kekurangan orang lain.
Pengertian Cooperative Learning
Pada hakekatnya
cooperative learning sama dengan kerja kelompok. Oleh karena itu banyak guru
mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam kooperatif learning, karena mereka
beranggapan telah biasa melakukan pembelajaran kooperatif learning dalam bentuk
belajar kelompok. Walaupun sebenarnya tidak semua belajar kelompok dikatakan
kooperatif learning seperti dijelaskan oleh Abdulhak bahwa “pembelajaran kooperatif dillaksanakan melalui
sharing proses antara peserta belajar sehingga dapat mewujudkan pemahaman yang
sama diantara peserta belajar itu sendiri”.
Menurut pendapat Nurulhayati, “pembelajaran kooperatif
adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam suatu
kelompok kecil untuk saling berinteraksi”.
Tom V Savage mengemukakan bahwa “kooperatif learning
merupakan suatu pendekatan yang menekankan kerja sama dalam kelompok”.
Menurut Lie (2002) pembelajaran bisa dibedakan menjadi tiga strategi
belajar yaitu pembelajaran kompetisi, pembelajaran individual, dan pembelajaran
kooperatif. Dalam pembelajaran kompetisi, siswa dikondisikan untuk bersaing
dengan siswa lain. Tujuan pembelajaran pada umumnya hanya dapat dicapai oleh
satu, beberapa, atau sedikit siswa saja. Sebagian kecil siswa akan berada dalam
status sebagai siswa berprestasi, sebagian besar siswa dalam status rata-rata
dan selebihnya masuk dalam kelompok siswa yang gagal. Dengan kondisi
pembelajaran semacam itu, disadari atau tidak, dalam diri siswa akan terbentuk
sikap negatif antar teman dalam mencapai tujuan pembelajaran. Mereka akan
beranggapan bahwa mereka hanya dapat mencapai tujuan pembelajaran bila siswa
lain gagal. Akibatnya sebagian kecil siswa akan bekerja keras untuk bisa
menjadi yang terbaik dari antara teman-teman mereka. Sedangkan sebagian besar
akan “tenang-tenang saja” karena mereka tidak percaya bahwa mereka bisa menang
dalam persaingan itu. Ironisnya kondisi semacam itu harus dialami oleh sebagian
besar siswa paling tidak selama 12 tahun. Tentu hal ini memiliki efek yang
kurang baik terhadap perkembangan kepribadian siswa.
Dalam pembelajaran individualistic,
para siswa bekerja sendirian dalam mencapai tujuan pembelajaran, tanpa ada
relasi dari teman sekelasnya. Pencapaian tujuan belajar siswa dilakukan secara
mandiri. Karenanya, dalam diri para siswa akan terbentuk pandangan bahwa
pencapaian tujuan belajar mereka tidak ada hubungannya dengan apa yang
dikerjakan oleh siswa lain. Pada gilirannya kehidupan mereka akan terfokus pada
kepentingan dan keberhasilan pribadi belaka, serta mengabaikan kelompok / teman
yang lain.
Pembelajaran kooperatif merupakan
salah satu strategi pembelajaran yang
menjanjikan pencapaian standar akademik bagi siswa yang dikelompokkan dalam
kelompok-kelompok kecil dan diasuh oleh guru yang tergabung dalam staf
pengajar. Staf pengajar terdiri dari berbagai disiplin ilmu yang bekerja sama
untuk memberikan suatu materi atau konsep-konsep pembelajaran kepada kelompok
siswa. Ada unsur ketergantungan positif antar guru dan mempunyai rasa tanggung
jawab bersama dalam membantu satu sama lain diantara guru dalam upaya
peningkatan kemampuan secara terus-menerus. Guru dalam satu kelompok tersebut
merasa memiliki tujuan yang sama dan masukan pendidikan bagi semua siswa dalam
kelompok dan melibatkan proses secara keseluruhan terhadap upaya yang akan
dikontribusikan kepada kelompok siswa yang selanjutnya secara bersama-sama
bertanggung jawab terhadap kelompok siswa tersebut. (Johnson & Johnson
dalam Priyatni, 2011).
Menurut Johnson & Johnson (1994) strategi belajar mengajar kooperatif
adalah salah satu strategi mengajar yang diterapkan pada tim-tim kecil yang
beranggotakan siswa dengan tingkat kemampuan yang tidak sama. Keberhasilan
kelompok dalam pencapaian prestasi dan penyelesaian tugas bersama dalam
kelompok menjadi tujuan utama. Strategi belajar mengajar kooperatif dapat
digunakan untuk setiap mata pelajaran pada setiap tingkatan kelas tanpa suatu
kurikulum khusus dan dapat mengembangkan
serta dapat menggunakan keterampilan berpikir kristis secara implementasi
pelatihan teman sebaya, saling tergantungan secara positif sehingga
mengembangkan keterampilan social untuk kepentingan bersama tanpa membedakan
jenis kelamin, ras, budaya, dan bahasa. Kelompok-kelompok kecil tidak bersifat
temporer dalam bekerjasama (bekerja hanya di kelas), akan tetapi kerjasama
berkelanjutan sehingga persaingan individu secara tidak sehat diubah dalam
struktur yang kooperatif.
Fase ketiga adalah pasca-implementasi yang meliputi: menyediakan penutupan melalui summarization, mengevaluasi belajar mahasiswa, dan merenungkan apa yang terjadi. Secara rinci, berbagai kegiatan dalam setiap fase diuraikan sebagai berikut:
A. Menentukan Tujuan Instruksional
B. Menetapkan Peran Grup
C. Menentukan Ukuran Group dan Menetapkan Siswa untuk Grup
D. Mengatur Ruangan
E. Menetapkan Tugas
F. Jelaskan Kriteria Sukses
G. Rencanakan Bahan Ajar untuk Mempromosikan Interdependensi
Instruksi dan materi yang dipilih oleh instruktur harus memungkinkan setiap individu untuk berkontribusi pada keberhasilan kelompok dengan cara yang unik dan bermakna.
H. Tentukan Perilaku yang Diinginkan
I. Struktur Interdependensi positif dan Akuntabilitas
Fase Pelaksanaan
A. Memantau Perilaku
Palmer, Peters dan Streetman membagi pembelajaran
kooperatif dalam 3 fase pokok, yaitu sebagaimana teruraikan dibawah ini.
Ada tiga tahap
pelaksanaan pembelajaran kooperatif.
Fase pertama adalah fase
pra-implementasi yang meliputi: menentukan tujuan instruksional,
menentukan ukuran kelompok dan
menugaskan siswa
ke kelompok, mengatur ruang,
perencanaan material instruksional untuk
mempromosikan saling ketergantungan,
menempatkan peran kelompok, menetapkan tugas,
menjelaskan kriteria untuk sukses, penataan saling
ketergantungan positif dan
akuntabilitas, dan menentukan perilaku yang
diinginkan.
Fase kedua adalah implementasi yang meliputi: perilaku pemantauan, intervensi jika diperlukan, membantu dengan kebutuhan, dan pujian.
Fase kedua adalah implementasi yang meliputi: perilaku pemantauan, intervensi jika diperlukan, membantu dengan kebutuhan, dan pujian.
Fase ketiga adalah pasca-implementasi yang meliputi: menyediakan penutupan melalui summarization, mengevaluasi belajar mahasiswa, dan merenungkan apa yang terjadi. Secara rinci, berbagai kegiatan dalam setiap fase diuraikan sebagai berikut:
Fase Pra-Implementasi
A. Menentukan Tujuan Instruksional
Instruktur harus menjelaskan
mengapa ia menggunakan pembelajaran kooperatif, menjelaskan manfaatnya, dan
hasilnya dari menggunakan pembelajaran kooperatif.
B. Menetapkan Peran Grup
Beberapa peran yang dapat
ditugaskan atau dipilih termasuk fasilitator, pencatat waktu, checker,
summarizer, Elaborator, penelitian-pelari, dan kartu liar.
C. Menentukan Ukuran Group dan Menetapkan Siswa untuk Grup
Ukuran kelompok dapat berkisar
dari dua hingga empat siswa. Kelompok-kelompok ini dapat homogen atau
heterogen. Setelah kelompok dibentuk mereka tidak harus diubah terlalu sering.
D. Mengatur Ruangan
Adalah penting bahwa kursi
kelompok dibuat
salaing menghadap satu sama lain.
E. Menetapkan Tugas
Tugas kelompok belajar harus
menarik, menantang, dan memotivasi. Hal ini juga harus menjadi tugas yang otentik dan mendorong
kinerja siswa.
F. Jelaskan Kriteria Sukses
Instruktur harus
mengkomunikasikan keterampilan kelompok-kerja yang akan dievaluasi. Sebuah
rubrik harus dibuat untuk mengevaluasi kemampuan siswa.
G. Rencanakan Bahan Ajar untuk Mempromosikan Interdependensi
Instruksi dan materi yang dipilih oleh instruktur harus memungkinkan setiap individu untuk berkontribusi pada keberhasilan kelompok dengan cara yang unik dan bermakna.
H. Tentukan Perilaku yang Diinginkan
Bagian penting dari
pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajar siswa bagaimana bekerja dalam
kelompok. Hal ini dapat dicapai oleh instruktur melakukan pelajaran mini pada
bagaimana menghormati orang lain.
I. Struktur Interdependensi positif dan Akuntabilitas
Ukuran kelompok harus tetap
kecil sehingga setiap anggota berpartisipasi dan memberikan kontribusi unik ke
grup.
Fase Pelaksanaan
A. Memantau Perilaku
Instruktur harus
beredar ke seluruh kelas dan mengunjungi setiap kelompok.
B. Membantu dengan Kebutuhan
B. Membantu dengan Kebutuhan
Instruktur harus
membantu siswa dengan kebutuhan
mereka dengan menunjukkan sumber
daya tambahan dan / atau sudut
pandang, dan juga dengan membantu
siswa merefleksikan pekerjaan yang telah
mereka selesaikan dan kemajuan mereka.
C. Intervensi, jika Dibutuhkan
C. Intervensi, jika Dibutuhkan
Terkadang instruktur harus
campur tangan jika dia melihat konflik atau terdapat potensi konflik.
D. Pujian
Instruktur harus
memberikan pujian kepada siswa
sehingga siswa tahu bahwa mereka sudah
menyelesaikan tugas secara memuaskan.
Fase Pasca Pelaksanaan
A. Menyediakan
Penutupan Melalui Kesimpulan
Instruktur harus
mengumpulkan
lagi seluruh kelompok siswa dan meringkas poin-poin
penting dari pelajaran / unit
yang sudah dilakukan.
B. Evaluasi
Belajar Siswa
Instruktur harus
menggunakan rubrik untuk menilai
/ mengevaluasi tugas
penilaian setiap kelompok.
C. Refleksikan
Apa yang Terjadi
Instruktur harus
mencatat apa yang berhasil dan mengapa hal
tersebut selalu berhasil. Instruktur juga
harus menyesuaikan pelajaran
mereka berdasarkan refleksi dan
umpan balik dari siswa.
Daftar Pustaka
1. Chiu, M. M. (2008). Flowing
toward correct contributions during groups' mathematics problem solving: A statistical discourse analysis. Journal of the
Learning Sciences, 17 (3), 415 - 463.
2. Choo, Ong Ai (2004). Working with Parents, dalam
Counselling in Schools (Esther Tan, ed.). London: Mc. Graw Hill
3. Sharan, Y. (2010). Cooperative Learning for Academic
and Social Gains: valued pedagogy, problematic practice. European Journal of
Education, 45,(2), 300-313.
4. Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif
Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
5. Slalvin, Robert (2008), Cooperative
Learning Teori Riset dan Praktik,Bandung: Nusa Media
9. http://jurnal.upi.edu/md/view/658/model-cooperative-learning-tipe-group-investigation-untuk-meningkatkan-hasil-belajar-pada-mata-pelajaran-perawatan-dan-perbaikan-sistem-refrigerasi.html,
diakses pada tanggal 10 Maret 2012
10. http://jurnal.upi.edu/penelitian-pendidikan/author/respaty-mulyanto
diakses pada tanggal 10 Maret 2012